• Iswanabad Sabadot pertanda apakah jika segerombolan kura kura menggerogoti kuntum bunga..

      dan membiarkan kawanan kupu kupu melayang tiada tempat hinggap..

      sedang aku hanya memotretnya..
      23 Februari jam 8:26 ·  ·  3 orang
    • Emika Lubbya 
      Diantara gemuruh guntur yang sahut menyahut di langit selatan Aku seperti mendengar suaramu.

      Lalu kenangan larut pada ricik air yang jatuh dari ranting-ranting kenari

      “Jangan merokok! Biar kudekap saja tubuhmu agar hangat dari dingin kabut“, begitu ucapmu, selalu
      23 Februari jam 8:38 ·  ·  1 orang
    • Jantung Kananmu 
      Emika, ini hari tidak ada lagi pecinta. Sebagaimana pernah engkau tuliskan: apa salah seseorang mencinta dan seorang lain dicinta? Hmmmmm.....tak ada yang salah. Tapi bukankah sesungguhnya engkau hendak berkata, kenapa harus ada cinta ketika tak pernah ada rasa di antara kita? Kenapa pula harus percaya bahwa kata-kata dapat mewakili segala pikir dan rasa? Tahukah, sepagi ini engkau telah berdusta?

      Berulang senandung ini kau dengar: mungkin lebih baik begini/menyendiri di sudut kota ini/kututup pintu hati/untuk semua cinta/walau batin ini menangis//
      Jangan datang atau titip salam/hanya menambah duka di hatiku/hapuslah namaku/hapuslah semua.....//

      Apa yang harus dihapus?

      Emika, lihatlah ke dalam napasku. Niscaya akan kau temukan larik-larik yang kian meradang. Biarkan aku memelukmu bersama kehangatan tak terkira. Menciummu sepenuh kerinduan. Meski esok hari, hamparan menyesakkan lantang menghadang. Tapi biarkan aliran itu menderas. Menyusuri batu-batu yang membawa berita nestapa. Sebab cinta tak pernah dilahirkan dari rahim logika.

      Baris-baris hujan melukiskan kebekuan yang kian ungu. Semburat jingga di sudut alismu, segera membawaku untuk datang ke pangkuanmu. Engkau tahu, dadaku penuh mengharu.

      Emika, menarilah bersama angin. Melesat menembus halang esok hari. Menjadi perahu tempat anak-anak mengayun dalam belaian. Agar semesta tak mengira engkau sedang bercanda.

      Kemarilah! Kita akan mengukir tonggak-tonggak dengan sayat sembilu. Menangkup buih dihempas gelombang. Menebar jala membentur karang. Jangan bertanya, apakah tangan akan terluka. Jangan pula merana ketika tetes merah pedihkan mata.

      Dekaplah! Aku akan menghunus belati! Menusuk jantungmu, abadi!
      23 Februari jam 11:35 ·  ·  1 orang
    • Emika Lubbya ah ingatan padamu adalah angin utara! (maka berhembuslah ke kebunku supaya semerbak bau rempah-rempahnya membawa kekasihku datang dan memakan buah-buahnya yang lezat sampai mabuk kepayang!)
      23 Februari jam 11:57 ·  ·  1 orang
    • Jantung Kananmu Dan buah-buah ranum itu berebut menggelayut di kelopak mataku. Memintaku untuk memejam di bawah teduhmu.
      23 Februari jam 12:33 ·  ·  1 orang
    • Emika Lubbya makan sianglah bersamaku ada bermangkuk sup dan salad menggunung kita santap bersama waktu yang membentang dari hotel Ukraina hingga ujung bandara
      23 Februari jam 12:40 ·  ·  1 orang
    • Jantung Kananmu Baiklah. Aku segera berangkat. Semoga Dr. Zhivago berkenan memberikan resep obat generik. Cuaca begitu beku. Aku tak mau mati kedinginan sebelum sampai di pelukmu.
      23 Februari jam 12:51 ·  ·  1 orang
    • Emika Lubbya mari saling berkisah tentang palang-palang kayu penanda kota tak tertaklukkan tidak oleh pasukan Napoleon tak pula tentara Nazi Jerman
      23 Februari jam 12:53 ·  ·  1 orang
    • Jantung Kananmu Adakah palang kayu yang lebih kokoh dari Tembok Berlin? Dan pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan kota Makkah, seperti daun-daun dimakan ulat karena serbuan burung-burung ababil.
      23 Februari jam 13:05 · 
    • Emika Lubbya 
      hmmmmmmmmm..TAK..

      Salad ini terlalu asam, katamu lahap menghabiskan aku tergelak, bukankah begitu pula hidup lagi pula dr ketika kau ada, kau sudah manis jadi sedikit rasa asam ini tak memuramkanmu “itu lebih baik bukan?” katamu sumringah ah, itulah yang kuirikan darimu aku ingin tidak murung pada setumpuk kenangan yang terpatri di rumah suwung. hanya masa lalu yang menghuninya dan kita tak pernah ada di sana
      23 Februari jam 13:08 ·  ·  1 orang
    • Jantung Kananmu Kuhentikan langkah sesaat. Tapi tak mungkin kembali ke masa lalu. Biarlah. Biar semuanya menjadi abu yang akan kutaburkan di pelataran rumahmu.
      23 Februari jam 13:31 ·  ·  1 orang
    • Bunhaw Tanjuhoek Emika, Emika ternyata Kau adalah bagian dari cerita masa lalu seorang JK yg selalu menunggu walau tak pasti! wkwkwkwkwkwkkk
      23 Februari jam 14:26 ·  ·  1 orang
    • Dewi Sudjia mungkin ini sebuah pertanda, saat kau merasa dan mungkin merasa tak dirasa xixixi
      23 Februari jam 18:48 ·  ·  2 orang
    • Emika Lubbya dewi lebaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaayyyyyyyy,. xixiix
      23 Februari jam 18:56 · 
    • Dewi Sudjia mang seperti itulah kau sering berkata, saat kau merasa gkgkgkgk
      23 Februari jam 18:57 · 
    • Emika Lubbya pernahkah kau merasa.... hatimu hampa..
      pernahkah kau merasa ....hatimu kosong...
      23 Februari jam 18:59 · 
    • Dewi Sudjia cukup sudah kau berikan hatimu, cukup sudah rasa ini untukmu
      (mangga lajengkeun xixixi)
      23 Februari jam 19:01 · 
    • Emika Lubbya teu apal kaditunamah...*goledag
      23 Februari jam 19:03 · 
    • Jantung Kananmu Nu ngagoledag tos gugah tacan? Whatever, show must go on!
      24 Februari jam 7:09 · 
    • Emika Lubbya Hahay.. Mabok nangkisbulu.. Dah beraktifitas lagi..
      24 Februari jam 8:20 · 
    • Jantung Kananmu Hmmm...turut merasakan....
      24 Februari jam 8:53 · 
    • Emika Lubbya Hoor..
      Merasakan naun?
      24 Februari jam 9:23 · 
    • Jantung Kananmu Maboknyah.....
      24 Februari jam 11:30 ·